Jumat, 03 Februari 2012

Is it Love?

(by: yuki_neogenesis@yahoo.co.id)

Previously on “to Surabaya with Love”

Ketika aku berangkat Surabaya, kereta api yang akan kunaikki ternyata sudah lewat. Dengan amat sangat terpaksa, aku menunggu kereta selanjutnya yang akan lewat satu jam kemudian. Ketika duduk menunggu kereta selanjutnya, seorang pemuda yang mengaku bernama Satrio dengan panggilan yoyo memperkenalkan diri ke aku. Mengajak ngobrol ke sana ke mari hingga akhirnya mengutarakan maksudnya: pengen nginep di asramaku. Aku setuju saja, hingga akhirnya dia meminta aku berbohong kepada pengurus asrama bahwa dia adalah saudaraku. Aku tidak mau, karena pada faktanya kami baru saja kenal.

Dia terus berusaha merayuku. Lebih dari itu, akhirnya dia menampakkan tujuannya yang sebenarnya: ML ma aku. Hah bagaimana dia tahu kalo aku memang suka sesame? Dari situlah aku mulai paham apa yang dinamakan gaydar (radar yang dimiliki komunitas gay untuk melacak orang-orang yang seminat dengan mereka, aku sendiri lebih suka menyebutnya transmitter gaynergik untuk sinyal yang dilepas serta gayceptor untuk piranti penangkap sinyal tersebut. What ever lah).

** ** **

“kamu sayang nggak ma aku?” Tanya si Yoyo yang duduk di sampingku. Dia menatap sendu, mengharap sepatah jawaban ‘ya’. Aku jadi salting. Berbagai rasa bercampur baur. Bukan pertama kali aku dirayu oleh seorang cowok, tapi baru pertama kali ini aku dirayu cowok yang baru kenal. Ge er. Lucu. Gemes. Heran. Senang. Nggak percaya. Semuanya bercampur jadi satu dan mengerecut jadi satu pertanyaan: apa dia serius?

“aku tuh sayang sama kamu.” Sambungnya. Tetap dengan pandangan yang menuntut jawab itu. Aku hanya tersenyum geli. “aku tahu sebenarnya kamu juga sayang ma aku dari pertama kali kamu pandang aku” hah ternyata dia juga tahu kalo aku sedari pertama tadi memang perhatikan dia? Instingnya kuat juga. Cuman tebakkannya nggak seratus persen benar. Aku emang suka lihat dan perhatikan dia, tapi sayang? Ah kayaknya nggak secepat itu deh, walopun sering orang mengatakan “jatuh cinta pada pandangan pertama”.

“sayang sebagai apa?” pancingku sok pilon.

“ya sayang sebagai kekasih lah.”

“kamu sayang ma aku?” tanyaku balik.

“kamu meragukan cintaku?” wah kini dia ganti kosa kata, lebih dalam: cinta. Rasanya aku mau terkapar aja karena gee r dan gemes.

“terus apa bukti kalo kamu cinta ma aku?” semakin pandai saja aju memancin suasana.

“kamu mau aku melakukan apa?” ah …. Romeo, aku ingin kau menelan racun! Aku terpekur. Hilang kata. Dia pun memberikan no hapenya. Aku mencatatnya di buku agendaku. Karena aku terdiam, diapun menyalakan rokok. Aku menunjukkan muka tidak senang. Dia cuek. Huh sesaat tadi aja dia mau melakukan apapun untukku, sekarang? Bahkan untuk tidak merokok aja nggak bisa.

“merokok itu nggak sehat lho!” sindirku.

“apa pedulimu? Kau tidak cinta ma aku!” yee sekarang dia sok ngambek. Jadi nggak enak.

“aku tidak peduli! Bagiku mati itu biasa, kau sudah menolak cintaku!” aduh aku jadi semakin nggak enak.

“okey! Sebaiknya kamu berhenti merokok, aku nggak suka. Selain merugikan dirimu sendiri, juga merugikan orang lain. Termasuk aku. Katamu tadi kamu rela melakukan apapun untuk aku? Tolong matikan rokokmu donk.” Aku berusaha membalik keadaan.

Sejenak dia berhenti menghisap rokoknya. Lalu berkata: “yang kau pikirkan hanya dirimu. Pernahkah sedetik saja kamu memikirkan aku?” ihhh nii orang seneng banget deh membuat lawan bicara ngerasa nggak enak. “tapi okey, ni tanda cintaku padamu.” Dia menjatuhkan rokoknya, lalu menginjaknya.

“sesampainya di Surabaya, kita langsung ke Sahid ya say.”

“Sahid?” tanyaku nggak paham.

“ya, semalam aja koq. Aku deh yang bayar.” Aku makin nggak paham dengan apa yang dia omongkan.

“ngapain?”

“ML” dia mengatakannya dengan nyantainya seperti mengatakan ‘makan’. Aku yang mendengar jadi keselek.

“kamu belum punya pacar kan?” tut tut tut…. Aku merasa kalo aku harus menjawab punya. Kalo kujawab nggak punya, bisa-bisa dia makin menjadi-jadi. Tapi …. Ntar aku bohong donk? Tuk tuk tuk…. Aku masih terdiam. Dia kembali menatap dengan pandangan menuntut jawaban. Dan aku menjawab…

“punya!” dengan nada tegas. Dia sekarang yang keliatan panic.

“cewek ato cowok?” dia termakan omonganku.

“Ya cowok lah” jawabku makin okey aja. Bohong? Nggak donk. Aku emang punya kekasih cowok koq.

“ganteng, seksi, putih, baik, romantic, tegas, pokoknya sempurna”

“siapa namanya?” dia semakin termakan.

“penting ya? Emang kalo kamu kukasih tahu kamu kenal dia?” pancingku. He he he… sebenarnya hamper semua orang tahu siapa cowokku. Wong dia itu kekasih seluruh alam.

“ala semalam aja, dia nggak bakal tau.” Huh dia kembali ke topic itu.

“emang cinta itu harus diwujudkan dengan ML ya?”

“ya iyalah! Aku dah matiin rokokku sebagai bukti cintaku padamu. Kamu?” dia mulai keliatan gelagat aslinya: pemburu nafsu!

“emang aku dah ngomong kalo aku cinta kamu?” aku makin di atas angin. “jujur aja ya, kamu tuh nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan kekasihku!” aku berkata langsung dan tegas.

“lu bakal nyesel nolak gue!” ancamnya. “banyak orang yang rela ngeluarin duit banyak hanya untuk ML semalam dengan gue. Nah elu? Dah gue gratisin. Malah gak mau!” dia marah. Hmmm keliatan deh aslinya. Itu ya yang namakan cinta?

Tidak terasa satu jam sudah berlalu. Kereta yang kami tunggu akhirnya datang. Tanpa mempedulikan birahinya yang di ujung tanduk dan tidak tersalurkan, aku melangkah masuk ke kereta api. Bye bye cinta!

Heh, Alhamdulillah aku masih selamat dari jerat-jerat syahwat berbalut cinta. Dan untuk cinta sejatiku,kekasih hatiku, terima kasih karena dengan cahaya yang engkau bawa, aku tidak lagi berjalan meraba-raba dalam kegelapan. Semoga shalawat serta salam senantiasa tercurah untukmu.

Sumbercerita.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar